Sampah dan sampah kembali menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan oleh berbagai kalangan setelah niat mulia Gubernur Bali untuk mengatasi persoalan sampah.
Hal ini menunjukkan bahwa kepedualian terhadap masalah sampah tidak hanya oleh pemerintah semata, namun seluruh masyarakat yang ada di Bali.
Demikian disampaikan Rektor Dwijendra University, Prof. Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc.MMA di Denpasar, Senin (11/8).
Menurutnya, tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah adalah tingginya timbulan sampah yang memberikan dampak meluas terhadap lingkungan alam Bali, kesehatan dan berbagai dampak lainnya.
Kepedulian pemerintah Provinsi Bali terhadap pengelolaan sampah secara sungguh-sungguh dan spesifik telah dimulai sejak kepemimpinan Wayan Koster sebagai gubernur Bali pada periode pertama, yaitu dengan mengeluarkan Pergub Bali Nomor 47/2019 tentang pengelolaan Sampah Berbasis Sumber; dan Surat Edaran Nomor 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
Pertimbangan yang mulia Gubernur Bali menerbitkan Pergub No. 47/2019 adalah untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, guna mewujudkan Bali yang bersih, hijau, dan indah; dan dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.
“Kita bersama telah didorong untuk mengelola sampah dari diri kita sendiri yang sekaligus mengedukasi diri, keluarga dan lingkungan terdekat. Hal ini terlihat pada tujuan Peraturan Gubernur tersebut di antaranya adalah mewujudkan budaya bersih; meningkatkan kualitas lingkungan hidup; meningkatkan kesehatan masyarakat; menjadikan sampah bernilai ekonomis; dan meningkatkan peran produsen, Desa Desa/Kelurahan dalam pengelolaan Sampah. Jadi kita yaitu pemerintah dan masyarakat luas bersama-sama memiliki kewajiban untuk mengelola sampah yang kita hasilkan.
Penutupan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung, Denpasar secara permanen pada akhir 2025 sebenarnya bukan semata-mata karena keinginan pemerintah Provinsi Bali, tetapi juga karena Menteri Lingkungan Hidup secara tegas untuk tidak lagi membolehkan ada TPA yang masih menerapkan sistem open dumping.
Sehingga solusi yang paling mendasar dan hakiki adalah pengelolaan sampah berbasis sumber seperti yang telah digagas oleh Gubernur Bali. Bukannya Gubernur tidak berkewajiban lagi, tetapi dengan segala pertimbangan telah disiapkan system pengelolaan sampah yang benar-benar mewujudkan atau pencapaian tujuan pengelolaan sampah seperti yang telah disebutkan dalam Pergub 47/2019.
Oleh karena itu, penutupan TPA tidak perlu dirasakan sebagai suatu hal yang mendadak atau mengejutkan, tetapi sudah melalui berbagai pertimbangan termasuk ketentuan dari pemerintah pusat. Momen ini harus kita maknai sebagai suatu motivasi yang kuat bagi Masyarakat Bali yang sangat mencintai Tuhan, alam, dan sesame manusia yang merupakan pengejawantahan dari Tri Hita Karana yang berlandaskan pada keseimbangan dan keharmonisan.
Upaya mengedukasi Masyarakat tidak akan pernah terputus dan terhenti serta Langkah aksi nyata pun terus dilakukan secara Bersama-sama untuk mengatasi masalah sampah dan Upaya mewujudkan Bali suci nirmala.
Berita ini pernah terbit pada laman atnews.id