Keterbatasan Anggaran Tak Hambat Peningkatan Produksi Pertanian di Bali

 Keterbatasan anggaran di pertanian Bali tidak menjadi penghalang dalam upaya meningkatkan produksi sektor pertanian. Penguatan sektor ini justru dilakukan secara kolaboratif lintas dinas, dengan dukungan anggaran dari berbagai instansi pemerintah daerah dan pusat.

Rektor Universitas Dwijendra sekaligus pengamat pertanian, Prof. Dr. Ir. Gede Sedana di Denpasar menjelaskan pembangunan pertanian di Bali tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Pertanian, melainkan juga didukung oleh organisasi perangkat daerah (OPD) lain sesuai bidangnya.

“Misalnya dalam menjamin ketersediaan air irigasi bagi petani, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Permukiman telah menyiapkan anggaran untuk pembangunan, rehabilitasi, dan optimalisasi infrastruktur irigasi seperti bendungan, waduk, dan jaringan irigasi. Bahkan, anggaran dari pemerintah pusat juga turut memperkuat dukungan untuk pengembangan keirigasian,” ujar Prof. Sedana.

Ia menambahkan, berbagai riset dan inovasi pertanian juga dibiayai melalui OPD lain seperti BRIDA dan Bappeda, yang berperan dalam peningkatan teknologi dan inovasi di bidang pertanian. Dengan demikian, program pengembangan pertanian tetap berjalan meskipun alokasi dana di pertanian terbatas.

Upaya lintas sektor tersebut sejalan dengan visi Pemerintah Provinsi Bali, “Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana dalam Bali Era Baru”, yang menempatkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor unggulan dalam transformasi ekonomi kerthi Bali.

Menurut Prof. Sedana, pembangunan pertanian di Bali kini tidak hanya berorientasi pada ketahanan pangan, tetapi juga menuju kedaulatan pangan, melalui program-program berbasis kearifan lokal dan penerapan teknologi modern.

Di sisi lain, pemerintah daerah juga berkomitmen mengatasi alih fungsi lahan sawah melalui penegakan hukum terhadap peraturan daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, guna menjaga keberlanjutan lahan pertanian produktif di Bali.

Dengan dukungan anggaran lintas dinas dan koordinasi yang kuat, sektor pertanian Bali diharapkan tetap mampu tumbuh dan berkontribusi terhadap perekonomian daerah meski menghadapi keterbatasan fiskal.

Pengamat pertanian dari Universitas Warmadewa, Dr. Ir. Ida Bagus Komang Mahardika sebelumnya  mengungkapkan bahwa alokasi anggaran sektor pertanian dalam APBD Bali hanya berkisar 1,5 persen hingga 2 persen. Jumlah ini dinilai terlalu kecil untuk menopang pengembangan sektor pertanian yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekonomi dan sosial masyarakat.

“Kalau kita hitung dua persen dari APBD Bali sekitar Rp6 triliun, berarti hanya sekitar Rp100 miliar lebih. Angka itu jelas tidak cukup untuk memberikan kompensasi kepada petani agar mereka bisa mempertahankan lahan dan terus berproduksi,” ujarnya.

Menurutnya, dukungan terhadap sektor pertanian tidak bisa hanya difokuskan pada peningkatan produktivitas seperti pemberian subsidi pupuk atau keringanan pajak. Lebih dari itu, petani membutuhkan kompensasi ekonomi yang memadai agar mereka tetap mampu bertahan hidup dari profesi bertani. “Petani harus diberikan insentif agar tidak menjual lahannya. Selain itu, masalah penyerapan hasil panen juga harus menjadi perhatian karena seringkali harga anjlok di musim panen raya,” jelasnya.

Ida Bagus Mahardika menuturkan, secara produktivitas, hasil pertanian di Bali, khususnya padi, tergolong tinggi, yakni mencapai 7 hingga 8 ton per hektare, lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang hanya sekitar 5 ton per hektare. Namun, luas lahan yang terbatas menjadi kendala utama peningkatan pendapatan petani.

Berita ini pernah terbit pada laman : bisnisbali.com